Mengaji Khazanah Manuskrip al-Qur`an di Nusantara





(6/09/18), Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur`an (LPMQ) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI bekerjasama dengan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam (FUSPI) UIN Sunan Kalijaga mengadakan ‘Workshop Manuskrip al-Qur`an Nusantara’ di Smartroom FUSPI. Selain itu, workshop tersebut juga didukung oleh Prodi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir, LSQH UIN Sunan Kalijaga, dan Asosiasi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir (AIAT se-Indonesia).

Acara dihadiri oleh sekitar 100 orang peserta dari berbagai kalangan, dosen, akademisi, dan mahasiswa yang tertarik dengan kajian manuskrip al-Qur`an. Sedangkan narasumber workshop kali ini yaitu Dr. Muchlis M. Hanafi, M.A (Ketua LPMQ), Dr. Islah Gusmian (Pakar Manuskrip Nusantara), Dr. Phil. Sahiron (Ketua AIAT), Dr. Ali Akbar (Peneliti LPMQ), dan Dr. Zainal Arifin (Peneliti LPMQ).

Workshop kali ini sejatinya merupakan rangkaian pengkajian yang sebelumnya telah dilakukan oleh LPMQ di beberapa kampus lainnya yang daerahnya mempunyai banyak jejak manuskrip al-Qur`an seperti Banten, Cirebon, Pontianak, Aceh, Mataram, dan juga Jogja. Ketua LPMQ, Dr. Muchlis M. Hanafi, M.A mengatakan bahwa LPMQ mempunyai tiga fungsi yaitu Pentashihan al-Qur`an, Pengkajian al-Qur`an, dan Bayt al-Qur`an. Kegiatan semacam ini merupakan penguatan dalam rangka mendorong Bayt al-Qur`an sebagai center of excellence.

Patut diakui tidak banyak kalangan yang mau meneliti manuskrip al-Qur`an. Islah Gusmian, pakar manuskrip al-Qur`an di Nusantara mengatakan bahwa selama ini orang yang meneliti manuskrip dianggap kuno, bahkan seperti ‘orang gila’. Padahal, melalui kajian manuskrip kita dapat melihat khazanah intelektual ulama terdahulu. Menurutnya, banyak sekali manuskrip-manuskrip al-Qur`an yang menarik, seperti adanya pembelajaran tajwid melalui simbol di manuskrip al-Qur`an, atau keragaman qiraat yang ditampilkan dalam manuskrip. Ini membuktikan bahwa sebenarnya ulama terdahulu sangat alim dan memiliki kesungguhan dalam menulis al-Qur`an di tengah keterbatasan alat tulis saat itu.

Selain itu, perlu digarisbawahi juga bahwa manuskrip-manuskrip yang ada di Nusantara memiliki keunikan yang berbeda dengan al-Qur`an yang ada di Timur Tengah. Hanya saja, masih jarang sarjana muslim yang serius untuk meneliti hal tersebut. Hal ini berbanding terbalik dengan kajian di Barat yang konsen dan serius meneliti manuskrip al-Qur`an, seperti yang dilakukan di Jerman melalui Corpus Curanikum. Lantas apa dan bagaimana yang dapat kita lakukan sebagai seorang muslim?. Pernyataan tersebut dilontarkan oleh Ketua AIAT Indonesia, Dr. Phil. Sahiron, M.A yang juga pernah ‘nyantri’ di Jerman.

Oleh karena itu, sebagai penutup workshop tersebut, Dr. Zainal Arifin menghubungkan kajian manuskrip dengan ulumul Qur`an. Ada banyak celah bagi para peneliti al-Qur`an yang dapat digunakan untuk melihat manuskrip kuno melalui kacamata Ulumul Qur`an, seperti aspek rasm, qiraat, dabth, dll.

Tentu ada banyak hal yang dapat dipelajari dari manuskrip kuno, salah satu poinnya adalah kehadiran manuskrip al-Qur`an mengajarkan kita bahwa berkat kesungguhan ulama terdahulu dalam menulis dan melahirkan karya tulis, maka kita saat ini dapat mengkaji pemikirannya. Lantas, apa karya yang dapat kita hasilkan sebagai upaya melanjutkan tradisi dari ulama klasik?. Mari kita renungkan bersama, lantas tuliskan dalam setiap lembaran yang akan tersimpan menjadi memori sejarah peradaban.


Oleh: Rahmatullah, LSQH, Mahasiswa Interdisciplinary Islamic Studies, Konsentrasi Hermeneutika UIN Sunan Kalijaga.

Edit by : 'Aina

Link materi workshop bisa d unduh di https://drive.google.com/folderview?id=1vh6ZoiOl61KqcT5EQNNNKtZKGnJHHdCM

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Budaya Lisan di Era Tulisan ala Walter J. Ong

Sejarah Resitasi Mujawwad al-Qur'an