UIN Sunan Kalijaga Adakan Bedah Buku “Perempuan dan Terorisme”





(20/02/19), Laboratorium Studi Qur’an Hadis (LSQH) bekerja sama dengan Pusat Pengarusutamaan Gender dan Hak Anak (P2GHA), Institut of Southeast Asean Islam (ISAIs) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Qureta, BNPT, dan MR Foundation mengadakan acara bedah buku yang berjudul “Perempuan dan Terorisme”. Acara yang dihelat di Ruang Pertemuan Lantai 2 Gedung Pusat Studi UIN Sunan Kalijaga ini disambut dengan sangat antusias karena berhasil menghadirkan para narasumber hebat yang ahli dalam bidangnya. Mereka adalah Leebarty Taskarina yang merupakan penulis buku, Dr. Inayah Rohmaniyah, seorang aktivis perempuan sekaligus menjabat sebagai Wakil Dekan 3 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga dan M. Ali Usman, peneliti ISAIs UIN Sunan Kalijaga.
Acara ini dimulai pukul 09.30 WIB dengan dimoderatori oleh Subkhani Kusuma Dewi, MA. (Dosen sekaligus Staff LSQH UIN Sunan Kalijaga). Setelah memberi sedikit pengantar, moderator langsung mempersilahkan para pembicara untuk menyampaikan materi. Leebarty Kastarina selaku pembicara pertama banyak memberi informasi terkait buku yang ditulisnya ini. “Buku ini baru dilaunching pada awal tahun 2019 ini dan merupakan tesis saya ketika mengambil program Pascasarjana Universitas Indonesia di bidang kriminologi” jelasnya. Dalam buku ini, beliau menceritakan bagaimana polemik peran perempuan dalam kasus terorisme, apakah mereka menjadi korban, atau justru menjadi pelaku?. “Ada dua perempuan yang diceritakan dalam buku ini dan keduanya merupakan istri dari teroris ternama di negeri ini” ujarnya.
Sepakat dengan data dan fakta yang dimuat dalam buku ini, M. Ali Usman, selaku pembicara kedua memberi informasi tambahan. Beliau mengatakan bahwa perempuan mulai ikut terlibat aktif dalam tindakan terorisme ialah semenjak adanya jaringan ISIS. Menurutnya, ada beberapa hal yang mendorong perempuan tergabung dalam jaringan terorisme, di antaranya ialah menganggap agamanya ditindas, adanya propaganda media yang menunjukkan Islam ditindas, adanya ketidakadilan ekonomi dan politik, adanya ideologi ekstrim, dan balas dendam. ”Banyak juga perempuan yang terlibat tindakan terorisme ini karena balas dendam terhadap pembunuhan suaminya. Ia tidak terima suaminya dikejar-kejar, dipenjara, bahkan dibunuh” tambah Usman.
Inayah Rohmaniyah selaku pembicara ketiga menambahkan bahwa ada tiga hal yang menjadi faktor munculnya radikalisme, atau bahkan hingga menimbulkan aksi terorisme yaitu pendidikan yang keliru, tidak adanya critical thinking (berpikir kritis), dan keluarga. Menurutnya, tindakan radikalisme juga berasal dari keluarga. Betapa banyak orang-orang yang terjangkit radikalisme itu berasal dari keluarga yang bermasalah, orang-orang yang merasa terlantar, dan tidak mendapat tempat di keluarga. Di samping itu, beliau juga mengatakan bahwa kebanyakan sistem pengajaran di Indonesia ialah indoktrinasi, dan jarang diajarkan untuk berpikir kritis. Inilah yang menyebabkan merebaknya radikalisme tersebut.
Di akhir pembicaraannya, beliau mengatakan bahwa mengapa kita perlu menggalakkan pembahasan masalah radikalisme dan terorisme ini? Karena tindakan tersebut sudah merampas hak banyak orang dan selalu memunculkan banyak konflik. “Sebenarnya apapun latar belakang ideologinya, NU, Muhammadiyah, HTI, Wahabi, atau apapun itu, selagi tidak merampas hak orang lain, maka itu tidak akan menjadi masalah. Masalahnya, kebanyakan yang terjadi sekarang, betapa banyak yang membawa-bawa agamanya, ideologinya, untuk mengganggu, mencelakakan bahkan membunuh orang lain” tutupnya. (Alan Juhri, Associate Researcher LSQH, Mahasiswa Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir  2016)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Budaya Lisan di Era Tulisan ala Walter J. Ong

Sejarah Resitasi Mujawwad al-Qur'an